Soal Pembelian Senjata, Sepertinya Pemerintah Amburadul...

Repelita.com

Polemik pembelian senjata belum reda. Setelah Menkopolhukam Wiranto meluruskan omongan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal ini, kedua pejabat negara tersebut justru berbeda kata dan data. Padahal tak satunya kata dan data membuat masyarakat bingung. Pemerintah kita kok kesannya amburadul.
Polemik ini diawali dari beredarnya rekaman suara Gatot di media sosial saat berbicara dalam acara silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9). Dalam rekaman itu, Gatot menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata. “Datanya, pasti kami pasti akurat. Ada kelompok suatu institusi yang akan membeli lima ribu pucuk senjata. Bukan militer. Ada ini,” ujar Panglima.
Di acara tempat Gatot berbicara, dihadiri sejumlah mantan Panglima TNI seperti Try Sutrisno yang merupakan mantan Wakil Presiden, Endriartono Sutarto, Wiranto yang kini menjabat Menkopolhukam, dan Agus Suhartono. Prabowo Subianto pun turut hadir.
Masih di rekaman itu, Gatot juga menegaskan pihaknya tidak ragu menyerbu pihak yang diduga ilegal dalam kepemilikan senjata api. “Jadi ini yang Pak Wiranto tahu, mungkin Pak Wiranto lebih soft lagi beliau Pak. Tapi itu yang terjadi Pak. Bahkan saya katakan, kita intip terus, kalau itu ada, akan kita serbu. Jadi kalau suatu saat kami menyerbu, Pak, itu karena tidak boleh di NKRI ada institusi yang memiliki senjata selain TNI dan Polri,” ujar Gatot, sembari terdengar riuh tepuk tangan.
Gatot mengakui rekaman tersebut memang pernyataannya. “Seribu persen itu benar kata-kata saya,” ucap dia usai menutup Kejurnas Karate Piala Panglima TNI Tahun 2017, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu (24/9) malam.
Namun, Gatot menegaskan pernyataan itu bukan untuk publik. Sehingga, dia tidak mau berkomentar lagi soal substansi pernyataan dalam rekaman itu. “Saya tidak pernah ‘press release’ (soal senjata), saya hanya menyampaikan kepada purnawirawan, namun berita itu keluar. Saya tidak akan menanggapi terkait itu,” kata Gatot.
Wiranto langsung gelar konfrensi pers, Minggu (24/9). Dia membantah itu berhubungan dengan eskalasi kondisi keamanan. “Hanya adanya komunikasi antar institusi yang belum tuntas,” katanya dalam jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam. Yang terjadi, kata dia, adalah pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan Pindad oleh BIN. Itu pun bukan merupakan senjata standar TNI.
Wiranto meluruskan informasi yang menyebut jumlahnya 5.000 pucuk. Pengadaan itu digunakan untuk keperluan pendidikan intelijen. “Pengadaan seperti ini izinnya bukan dari Mabes TNI, tetapi cukup dari Mabes Polri. Dengan demikian, prosedur pengadaannya tidak secara spesifik memerlukan kebijakan Presiden,” kata Wiranto.
Nah, beda pendapat antara dua Jenderal inilah yang dianggap meresahkan masyarakat. Di satu sisi Gatot menyebut ada 5000 senjata, sementara Wiranto menyebut 500 dan hanya permasalahan komunikasi antar lembaga.
Ketua Umum PP Muhammdiyah, Haedar Nashir, menyayangkan beda data dan pendapat ini. Menurutnya, saling bantah secara terbuka itu telah mengesankan ketidakharmonisan di internal pemerintah. “Di tubuh pemerintah sendiri harus seirama dong. Seirama antara data yang ada di TNI dengan data yang ada di Polhukam. Perbedaan itu menimbulkan tanda tanya, apa memang seperti itu,” kata Haedar kepada wartawan di Sleman, Yogyakarta, kemarin.
Muhammadiyah, kata Haedar, mengusulkan pemerintah membuat agenda manajemen isu di dalam pemerintah, agar tidak terjadi isu yang meresahkan masyarakat. “Tetapi manajemen problem menjadi lebih penting,” pungkasnya.
Komisi I DPR segera memanggil Gatot dan BIN secara terpisah untuk mengklirkan persoalan ini. “Komisi I DPR berencana memanggil Panglima TNI dan BIN, di forum yang berbeda,” ujar Anggota Komisi I Supiadin Aries, kemarin. Wakil Ketua DPR Fadli Zon meyakini institusi pemesan 5.000 senjata bukan BIN sebagaimana diungkap Wiranto. Waketum Gerindra ini, juga mendesak Gatot mengungkap instansi mana yang memesan ribuan pucuk senjata.
PT Pindad mengatakan ada dua instansi yang memesan senjata darinya. Pertama, BIN dengan 517 pucuk senjata dan polisi 5000 senjata. “Benar, ada kontrak dengan PT Pindad untuk BIN, 517 (pucuk senjata),” ujar Sekretaris Perusahaan Pindad Bayu A. Fiantori. “Polisi yang rencananya 5000 pucuk tapi kontraknya belum ada,” tambahnya. Menurutnya, 517 senjata laras panjang tersebut masih ada di Pindad dan belum dikirim. Jenis senjata tersebut juga berbeda spesifikasinya dari yang dimiliki TNI.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengamini pihaknya memesan 5.000 senjata kepada PT Pindad. Namun, Setyo mengatakan senjata yang di pesan bukan jenis senjata serbu. Senjata yang dipesan bertipe MAG 4 jenis pistol yang didesain untuk melumpuhkan target. Meski menggunakan peluru tajam, senjata tersebut tidak bisa menembus tank atau baja. Tujuannya sebagai pelengkap pengamanan polisi yang melakukan patroli di lapangan.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit menyatakan polemik senjata ini tidak terlepas dari amburadulnya komunikasi politik di dalam pemerintahan. Khususnya, di sektor pertahanan dan keamanan. “Ini masalah tidak jelasnya komunikasi. Seharusnya, Panglima diberitahu apapun soal keamanan. Apalagi soal senjata. Saya jadi heran, kenapa Panglima tidak dikasih tahu,” ujar Arbi kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Arbi menduga, selama proses pembelian 5000 pucuk senjata yang menjadi polemik ini disebabkan tidak terbukanya instansi keamanan seperti polisi, BIN, dan Kemenkopolhukam terhadap TNI. Menurutnya, jika dari awal Gatot diberitahu, tidak akan muncul polemik ini. 
Sumber: Repelita.com

0 Response to "Soal Pembelian Senjata, Sepertinya Pemerintah Amburadul..."

Posting Komentar