Di Dokumen Rahasia AS, Inilah Peran NU dan Muhammadiyah pada Peristiwa 1965

Tempo.co

Jakarta – Sebanyak 39 dokumen rahasia milik Kedutaan Besar Amerika di Indonesia tahun 1964-1968 yang mengungkap beberapa fakta terkait rangkaian peristiwa 1965 membuka kembali sejarah kelam bangsa Indonesia. Beberapa dokumen itu menyebut sejumlah organisasi Islam di Indonesia turut serta dalam rangkaian pembantaian anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), salah satunya Ansor.

Dalam sebuah telegram bertanggal 26 November 1965, dari Konsulat AS di Surabaya kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta misalnya, menyebut keterlibatan Ansor yang turut serta membantai anggota PKI. “Seorang misionaris yang kembali dari Kediri pada 21 November melihat sejumlah mayat yang mengapung di sungai sementara misionaris yang kembali dari Mojokerto melihat ada 29 mayat,” dikutip dalam telegram tersebut.

Akibat pembantaian tersebut sebanyak lima stasiun di Jawa Timur tidak beroperasi akibat ditinggal para pekerjanya. Mereka lebih memilih tidak bekerja setelah mendengar banyak rekan-rekan mereka turut dibantai.

Tak hanya itu, banyak diantaranya para aktor-aktor ludruk, yang menjadi kantong-kantong pendukung PKI, turut dibantai. Para pemuda Ansor ditulis melakukan pembantaian dengan cara memotong tenggorokan anggota PKI dan menyebut hal ini sebagai “perang suci” karena membunuh orang-orang kafir.

Ketika dimintai tanggapannya terkait dokumen itu, Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan belum mengetahui kebenaran dokumen rahasia tersebut. Apalagi mengenai keterlibatan Ansor yang turut disebut dalam dokumen itu.

“Saya belum mengetahui kebenaran dokumen tersebut, karena saat ini sulit mudah mempercayai dokumen begitu saja. Terlebih adanya media sosial yang canggih, semakin mudah pula hoax menyebar," kata Yaqut saat dihubungi Tempo pada Kamis, 19 Oktober 2017.

Yaqut juga mengungkapkan bahwa pembantaian yang terjadi pada 1965-1966 merupakan ketidaksengajaan. Terlebih dari organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) tidak ada instruksi pembantaian saat ketegangan terjadi. Jika dokumen rahasia dari Kedutaan Besar Amerika Serikat memang benar adanya, kata Yaqut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu melihat situasi saat itu.

Sementara itu, menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, dokumen tersebut tidak serta-merta bisa dijadikan sebagai bagian dalam proses penyelidikan. "Tentu perlu suatu upaya untuk meyakini betul, apakah informasi-informasi, apalagi dari luar negeri, itu layak untuk dijadikan suatu bagian dari kerugian-kerugian itu," kata dia.

Sementara itu dokumen tersebut juga mengungkap sejumlah fakta dalam peristiwa 1965, termasuk keterlibatan Muhammadiyah, dalam pembunuhan para anggota serta simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Misalnya, dalam surat kawat atau telegram bertanggal 6 Desember 1965 dari Konsulat Jenderal AS di Medan kepada Kedutaan Besar Amerika di Jakarta mencatat bahwa ada hasutan-hasutan yang dilakukan oleh para ustad-ustad Muhammadiyah. Dalam surat kawat itu, para ustad mengatakan kepada para jamaah mereka supaya membunuh orang-orang yang secara sadar terlibat PKI. “Membunuh mereka sebanding dengan membunuh seekor ayam,” dikutip dalam telegram tesebut.

Pernyataan-pernyataan itu disebut sebagai bentuk restu (lisensi) bagi para jemaah Muhammadiyah untuk membunuh anggota dan para simpatisan PKI. Pernyataan dari para ustad itu juga disebut-sebut punya kemiripan dengan kebijakan NU dari kalangan konservatif.

Menanggapi hal ini, Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan ia tidak kaget dengan hadirnya fakta dari beberapa surat kawat tersebut. Menurut dia, fakta bahwa ada konflik keras yang terjadi antara kelompok Islam dengan PKI pada saat itu tidak bisa dinafikan, apalagi sejak peristiwa Madiun 1948 dan peristiwa 1965.

“Saya kira surat kawat itu tidak mengagetkan, banyak ustad Muhammadiyah dan NU yang keras melawan PKI dan pengikutnya pada saat itu. Dan itu terjadi di banyak daerah di Indonesia,” kata Dahnil kepada Tempo pada Jumat, 20 Oktober 2017.

Menurut Dahnil, bila surat kawat tersebut bisa dipertanggungjawabkan, ia mengatakan supaya hal itu bisa menjadi pembelajaran bagi anak-anak bangsa saat ini. Hal ini, kata dia, supaya peristiwa 1965, pembantaian dan pembunuhan terhadap para jenderal, serta pemberontakan di Madiun 1948 tidak lagi terulang kembali.

“Bagi kami jangan kemudian peristiwa itu membawa pada dendam sejarah yang tidak produktif. Kita harus move on,” kata Dahnil.

Ia juga mengingatkan pada masyarakat dan ormas Islam yang disebut namanya supaya tidak perlu takut terhadap fakta sejarah, termasuk sejarah 1965. Apalagi jika nantinya surat kawat dan dokumen tersebut bisa dipertanggungjawabkan, Dahnil justru mempersilakan supaya bisa diungkap.

Dokumen tersebut dipublikasikan secara terbuka atas permintaan lembaga nirlaba National Security Archive di The George Washington University, Amerika Serikat pada Selasa, 17 Oktober 2019. Kebanyakan di antaranya adalah surat kawat (telegram), laporan mingguan Kedutaan kepada Kementerian Luar Negeri AS, serta sebuah laporan situasi terbaru dari Direktur Intelijen Angkatan Udara RI. Dokumen tersebut mengungkap sejumlah fakta dalam peristiwa 1965, termasuk keterlibatan beberapa pihak termasuk NU dan Muhammadiyah serta anggota militer termasuk tokoh-tokoh yang ingin mengulingkan pemerintahan Soekarno.


Sumber: Tempo.co

0 Response to "Di Dokumen Rahasia AS, Inilah Peran NU dan Muhammadiyah pada Peristiwa 1965"

Posting Komentar