Inilah 3 Tuntutan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata di Papua Ketika Menyandera 1.300 Warga

Kompas.com

JAKARTA, - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan bahwa peristiwa yang dialami oleh 1.300 warga desa di Tembagapura, Papua, merupakan penyanderaan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata. Ribuan warga di Desa Kimberly dan Desa Banti dilarang keluar dari kampungnya.

Hal itu dikatakan Gatot saat memberikan sambutan pada acara Malam Akrab Musyawarah Nasional Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2017) malam.

"Saya perlu menyampaikan hal-hal yang baru saja terjadi kepada Bapak Ibu sekalian terkait peristiwa penyanderaan masyarakat di Tembagapura, Papua yang dilakukan oleh mereka yang sekarang disebut sebagai kelompok kriminal separatis bersenjata," ujar Gatot.

"Oleh pemerintah ditegaskan bahwa mereka disebut kelompok kriminal separatis bersenjata," ucapnya.

Gatot pun memberikan apresiasi atas keberhasilan operasi terpadu TNI-Polri dalam membebaskan mengevakuasi 344 warga pada Jumat (17/11/2017) siang.
Ia menuturkan, sebelum operasi terpadu untuk membebaskan warga, Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar telah melakukan mediasi terhadap kelompok bersenjata. Bahkan upaya mediasi sampai melibatkan kepala suku, tokoh adat dan agama.

Namun usaha negosiasi tersebut tidak menemukan titik temu, sebab kelompok bersenjata meminta tuntutan yang tidak masuk akal dan sulit dipenuhi.

"Kapolda di sana menggunakan tokoh-tokoh adat, kepala suku, tokoh-tokoh agama mulai dari pendeta, pastor bahkan perwakilan Uskup dan negosiasi secara intensif kemudian juga menyebarkan pamflet. Sudah berbagai cara namun apa yang dituntut oleh gerakan kriminal bersenjata separatis tersebut tidak masuk akal," ucapnya.

Kelompok penyandera, kata Gatot, mengajukan tiga tuntutan. Pertama, mereka meminta PT Freeport harus segera ditutup.

Kedua, militer Indonesia harus ditarik keluar dari Papua dan diganti dengan pasukan Keamanan PBB.

Ketiga, Pemerintah Indonesia harus menyetujui pelaksanaan pemilihan bebas atau referendum. Artinya rakyat Papua bisa menentukan nasib sendiri. Kemudian kantor Pemda Papua dan Papua Barat ditutup dan diganti dengan pemerintah perwalian PBB.

"Inilah kemudian yang mendorong TNI untuk melakukan langkah-langkah pembebasan sandera," kata Gatot.

Pada Jumat (17/11/2017) siang, pasukan gabungan TNI-Polri akhirnya melakukan operasi terpadu untuk mengevakuasi 344 warga desa.

Proses evakuasi sandera yang berlangsung dari pukul 11.00 WIT hingga 12.00 WIT dikabarkan sempat diwarnai baku tembak antara kelompok kriminal bersenjata separatis bersenjata dan TNI-Polri.

Sumber: Kompas.com

0 Response to "Inilah 3 Tuntutan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata di Papua Ketika Menyandera 1.300 Warga"

Posting Komentar